Merbabu,
Setitik tempat di belahan bumi bagian khatulistiwa, sebuah
tempat dengan ketinggian 3145 mdpl. Apakah Cantik rupanya?..
Jangan tanyakan hal itu karena aku sendiri jatuh cinta disini, Entahlah tapi rasa itu memang ada. Merbabu I’m Fall in Love!!
Jangan tanyakan hal itu karena aku sendiri jatuh cinta disini, Entahlah tapi rasa itu memang ada. Merbabu I’m Fall in Love!!
Dan Kusampaikan salam kami “Stenophylla”, salam yang seharusnya kami sampaikan 24 Desember 2011
silam.
“Merbabu ini kami, Stenophylla terimakasih sudah pernah ada di hati
kami. Memberikan suatu makna kebersamaan. Terimakasih untuk itu dan aku
bersyukur” – Merbabu, 4 April 2015
Ketukan Ingatan
Suatu percakapan group yang
selalu menanyakan “habis ini mau kemana
lagi kita?” di akhir setiap perjalanan. Group yang bisa dibilang “ideal
group” dengan komposisi individu yang saling mengisi. Pertanyaan itu seakan
menjadi tantangan bagi kami untuk terus beandai-andai, berimajinasi, dan
merasakan seolah-olah kami berada di tempat itu. Merasakan auranya, udaranya
bahkan lalu – lalang penduduk lokal. Imajinasi yang mengantarkan kami melewati
batas yang seharusnya, melewati hal yang sebelumnya belum pernah dilakukan.
“Habis ini mau kemana lagi kita?” teks yang masih belum terbalaskan
oleh teman yang lain. 2 – 5 April 2015, waktu yang cukup lama.. bisa saja pergi
ke malang Menyaksikan sunrise bromo turun menikmati guyuran air terjun
madakaripura atau menyusuri keraton jogja hingga ke gunung api purba dan
kemudian mengikuti aliran air gua pindul atau juga terbang ke banyuwangi
mengagumi blue fire gunung ijen kemudian berakhir dengan berkemah di savannah
baluran. Banyak yang terpikir untuk menjawab teks tersebut, hingga akhirnya
“Merbabu” mengetuk ingatanku. ya aku benar-benar ingin kesana, ada salam yang
belum tersampaikan dan ada hati yang ingin aku temukan. “3 Hari sepertinya ideal untuk merbabu” menjadi jawaban dari teks
tersebut.
Dari percekapan itu mulailah kami
merumuskan rencana perjalanan dan pendakian, mulai dari pembookingan tiket,
peralatan, logistik dan yang paling penting kesiapan diri dengan anggota perjalanan
dengan 7 orang yang ikut pendakian kali ini yaitu Deni, Dita, Nurhayati, Uli,
Bang Mamats, Kipel dan Rizky Setiana. Hingga akhirnya ransel berisi penopang
hidup sudah dipacking sempurna, menunggu perjalanan yang akan dimulai.
Jakarta, Karawang, Cileungsi dan
Bandung kami bertemu di Pos 2 Wekas
2 April pukul 23.09 menjadi deadline saya untuk melanjutkan
perjalanan merbabu. Tiket kereta api jurusan Purwakarta – Semarang Tawang
menjadi pintu awal. keberangkatan kali ini terpusat di 2 stasiun, saya, Dita
dan Nuy berangkat dari stasiun purwakarta dan Uli, bang mamats, ikhsan dan
Rizky berangkat dari stasiun Cikampek dengan menggunkan kereta yang sama hanya
saja dengan interval waktu keberangkatan yang berbeda pukul 23.09 dan
24.00.
Detik Jam terus bergerak ke
kanan, hingga akhirnya menunjukan pukul 21.00 dengan rasa cemas yang menghantui
akan ketinggalan kereta. Rasa cemas yang sangat berdasar sekali karna pukul
segitu posisi saya masih berada di Plaza semanggi, sambil buka instagram
mungkin photo ini yang mewakili perasaan saya saat itu
23.00 WIB saya putuskan untuk turun di KM 57 tol Cikampek arah
Bandung, karena perkiraan sudah tidak bisa lagi mengejar kereta di stasiun
Purwakarta. Terdiam sendiri ditengah keramaian orang yang akan pulang kampung
halaman, menyaksikan hilir mudik bis malam dan dikondisi itu layar HP Menjadi
media pengantar pesan. Syukur anggota
yang lain dapat tiba di stasiun tepat waktu hanya saya saja yang tertinggal
disini. Ditengah kondisi seperti itu berharap ada bis jurusan magelang atau
paling tidak purwokerto yang sengaja mengisi bahan bakar di rest area KM 57 dan
tuhan memang berkata lain, hingga pukul 00.30 pun tak ada bis yang menuju arah
tersebut, hingga akhirnya saya putuskan untuk pulang ke Bandung terlebih
dahulu, Entah apa yang ada di balik maksud tuhan ini.
…..
3 April pukul 07.00 menikmati kopi pagi kosan di kawasan Dago
ditemani oleh 2 orang sahabat kuliah. Haha banyak cerita yang hadir dikosan
ini. Tak lama berselang datang 2 sahabat lain ternyata Syamsul dan Ahmad
berkunjung ke kosan, sekedar ingin bersilahturahmi dengan kami. Sekalian ada
syamsul yang pijitannya TOP BGT
langsung minta dipijitin aja dengan alasan “bisi
keram pas naik gunung nanti” haha.
Pukul 16.00 saya berangkat menuju terminal Cicaheum untuk
melanjutkan perjalanan ke Merbabu, memang paginya saya sudah memesan tiket bis
malam Kramat Djati jurusan Bandung – Magelang dengan keberangkatan pukul 17.30.
Dengan diantar oleh Ardi akhirnya bisa sampai juga di terminal Cicaheum sebelum
pukul 17.30. Kembali berada dalam kesendirian di tengah perjalanan yang jauh.
Dibelahan lain pulau jawa rombongan
yang lain sudah sampai di stasiun tawang semarang pukul 5 pagi dan langsung
melanjutkan perjalanan menuju Magelang dan kemudian lanjut ke Wekas. Dari desa
Wekas mereka melanjutkan pendakian ke pos 2 pukul 14.00 dengan kondisi hujan.
Dan saya sendiri yang baru sampai di kebumen pukul 04.00 (04/03/2015) terbangun
dengan suara telepon yang tak lain dari si
Ikhsan yang sudah camp di pos 2, menanyakan “mau nyusul ke pos 2?” saya jawab “ya tungguin aja….”
….
Terminal Magelang pukul 07.00 sedikit terlambat dari jam kedatangan
seharusnya, memang insiden di perjalanan tadi memang membuat waktu perjalanan
bertambah tapi beruntung masih bisa melanjutkan perjalanan J. Dari terminal
Magelang saya melanjutkan perjalanan ke Base Camp Wekas dengan menggunakan
ojeg, melintasi jalur-jalur yang pernah dilewati 3 tahun silam. Masih teringat
iring-iringan Stenophylla kala itu, capenya nggak ada dua tapi memang
bermakna.
Setelah menyelesaikan simaksi di
basecamp akhirnya mulai menginjakan kaki untuk pendakian, solo tracking.. yah I’m used
to be like that. Melewati jalanan paving
block yang cukup nanjak dan dilanjutkan dengan track tanah basah hingga
akhirnya sampai di pos 1 yang ditandai dengan pohon yang dibentuk sedemikian
rupa hingga akhirnya membentuk seperti kursi. Dari pos 1 perjalanan dilanjutkan
dengan kondisi sudah turun kabut tapi memang tidak hujan. Tidak aneh juga
ketika pendaki lain menanyakan , “sendirian aja mas?” saya jawab “nyusul temen mas”. Taklama dari jalur
tanah ini terdapat pipa air yang menandakan tak jauh lagi dari pos 2 dan
akhirnya sampai juga di pos 2 Wekas dengan kondisi tanah lapang yang tertutup
oleh kabut, sejenak saya perhatikan mereka yang sedang berdiam diri di tenda
consina magnum terlihat agak sibuk dengan pakaian yang basah hingga akhirnya
kusapa “assalamualaikum” mereka tepat
sebelum pukul 10 pagi.
Jika memang tujuan dan hati sudah ada di sana kenapa harus kuragukan
setiap langkah yang dilangkahkan beriringan dengan jalannya sang waktu. –Pos 2 Wekas, Merbabu
2 sahabat, Matahari terbenam, Pemancar
Pukul 2 siang consina magnum 4
dan consina summertime yang dihubungkan dengan flysheet akhirnya sudah terpasang dengan sempurna, membuat nyaman
para penghuni sementara didalamnya. Hidangan makan siang atau bagi saya sebut
saja hidangan makan pagi yang disiangkan sudah siap tersedia. Dengan masakan
dari Chef Uli dan Chef Nuy dengan menunya yang jarang-jarang ada, Sop daging +
sosis bakar + lain-lainnya bikin perut merasakan surga kembali.
Lagi seru-serunya ngoprek-ngoprek
tenda Dita malah mengajak buat sunset, “sunset
yu..” haha dengan tanpa pikir lagi, saya jawab “Ok kita coba sunset tp sepertinya tidak sampai puncak, set jam 5 sore
aja kita balik lg ke pos 2”. Akhirnya kami
berdua saya dan Dita berangkat menuju puncak terdekat dengan target jam
5, sedangkan kawan-kawan yang lain menunggu di camp pos 2.
Sambil membawa handy talky kami terus berhubungan
dengan kawan lain di pos 2, setiap 15 menit sekali kami melaporkan kondisi
jalur dan durasi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tempat tersebut. 1 jam
hingga 2 jam akhirnya kami mencapai
tempat itu..
Subhanallaah!!!
Pos Pemancar |
Diujung titik terjal tersebut
kusaksikan savannah rumput, bergerak mengikuti angin tanpa paksaan. Dan awan
putih Seakan menjadi tanah yang menunggu tuk ditanam. Indah bukan kawan.
Pemancar yang berdiri tegak
puluhan meter, sungguh aku iri pada dia. Setiap saat menjadi saksi bisu
keindahan ini. Andai dia bicara akan kudengar semua celotehan tentang matahari
terbit di timur dan terbenam di barat. Sungguh menakjubkan kawan.
Dan dentingan jarum jam seakan menjadi
pembatas bagi kehidupan, kau ingat dentingan sebelum tiba disini adalah proses
yang selalu kunikmati. Setiap detiknya atau mungkin sepersekian detiknya. Karena
sungguh kawan esok lusa mungkinkah kita masih sempat menikmati hal ini.
Pukul 6 sore kami bergerak turun
menuju pos 2. Dengan kondisi yang semakin dingin dan angin yang semakin kencang
membuat tubuh kami berdua sedikit menggigil. Dengan Handytalky saya sampaikan untuk menydiakan kopi ataupun air hangat,
setidaknya untuk mengatasi rasa dingin ketika sampai di pos 2. Perjalanan turun
menuju pos 2 dari pos pemancar membutuhkan waktu sekitar 1 jam 30 menit hingga
akhirnya kami sampai di pos 2 disambut dengan kopi panas.. yummy.
Tempat tertinggi dan salam
tersampaikan
Pukul 3 pagi terdengar seorang
mengetuk pintu tenda kami, itu Nurhayati. Dengan semangatnya dia mengajak untuk
sunrise. Dengan muka yang masih
mengantuk ikhsan, Setiana dan Saya
sendiri terbangun. Sejenak nyawa belum terkumpul hingga akhirnya tanpa disadari
otot motorik mulai menggerakan sendi-sendi tulang. Bergerak kemudian
membereskan peralatan dan logistik yang akan dibawa untuk ke puncak. Di tenda
sebelah ternyata Uli dan bang Mats sudah terbangun bahkan sudah terlihat siap
dengan jacket dan ransel yang dibawanya. Sedikit bergegas dan akhirnya kami
semua siap untuk summit attack,
kecuali dita yang rencananya akan menyusul.
Sejam hingga 2 jam kami berjalan
hingga akhirnya kami sampai di pos pemancar dengan posisi sang matahari sudah
terlihat di arah timur.
6:12 dan gunung Sumbing |
Perjalanan dilanjutkan menuju
puncak Merbabu, track yang kami lewati
semakin lama semakin menyiksa persendian dan stamina kami. Tak jarang kami
beristirahat 15 menit sekali,, di tengah waktu-waktu istirahat masih teringat 3
tahun silam melewati jalur berbatu ini dan tanpa sengaja menghirup gas amoniak. Masih teringat juga di akhir
jalan itu teman seperjalanan saat itu melemparkan roti-roti pada kami, bahkan cuaca
pada saat itu pun hujan deras sekali jangankan jas hujan kami hanya memakai
trashbag yang disulap menjadi jas hujan.. mengenaskan tapi memang bermakna.. hey Stenophyllaaaa!!!
Hampir 2 jam lebih perjalanan
melewati jalur-jalur terjal hingga akhirnya kami sampai di persimpangan puncak
Syarif dan puncak Kentheng Songo.
The Fight |
3 Tahun lalu terhenti di titk
ini, kami menyerah pada sang pemberi waktu. Mungkin bukan kesempatan kami saat
itu untuk sejenak berdiri di tempat tersebut. Untuk setidaknya dapat
menceritakan bahwa aku jatuh cinta pada Merbabu. Sekarang aku tak mau membuang
kesempatan ini, mungkin tuhan berkehendak saat itu agar pada saat ini dapat bersama
mereka ada di tempat ini.
Sesampainya di pertigaan tersebut
aku memilih untuk pergi ke puncak syarif terlebih dahulu, sedangkan Ikhsan,
Kipel, Nuy, Uli dan Bang Mats memutuskan langsung ke puncak Kentheng Songo.
Sekitar 5 menit saya berjalan dari pertigaan tersebut hingga akhirnya sampai di
puncak Syarif….
REALLY I’M FALLIN LOVE
Melalui handy talky saya menanyakan keberadaan dita yang akan menyusul dan
ternyata dia sudah setengah perjalanan. “dit
ke puncak syarif dulu, it’s really amazing” percakapan di handy talky. Hingga
akhirnya 20 menitan menunggu di puncak syarif, Dita terlihat dari jalur
pendakian… yes He made it!!
Dita @Puncak Syarif |
Me @Puncak Syarif |
Dari
puncak Syarif kami melanjutkan perjalanan ke puncak Kentheng Songo dan
setibanya disana Ikhsan dan kawan-kawan lainnya sudah memasak sosis yang kami
bawa dari pos 2. Kondisi cuaca yang mulai berkabut membuat kami sedikit cemas
dengan perjalanan turun nanti. Secepatnya kami mengabadikan pencapaian kami
disini. Kentheng Songo
Full Team |
STENOPHYLLA |
“Merbabu ini kami, Stenophylla terimakasih sudah pernah ada di hati
kami. Memberikan suatu makna kebersamaan. Terimakasih untuk itu dan aku
bersyukur” – Merbabu, 4 April 2015
…..
Pukul 15.00 semua perlengkapan sudah terpacking sempurna dalam tas
carier berbagai ukuran, tak percaya bahwa aku meninggalkan tempat seelok ini,
dinding tebing terjal menjadi pemandangan kami. Dengan bacaan doa kami meminta
agar dapat kembali dengan selamat dan dapat berkumpul dengan orang-orang yang
kita cintai.. usai memanjatkan doa kami mulai bergerak turun menuju basecamp Wekas.
Perjalanan turun yang memang tak
mudah, tak ayal jalur-jalur tanah yang diguyur hujan menjadi lintasan licin
bagi pijakan kami, jatuh menjadi skor yang kami tertawakan setiap detik
perjalanan pulang. Hingga akhirnya pos 1 wekas dan benar-benar pos 1 wekas
bukan pos 1 imajinasi haha terlewati. Terus bergerak hingga akhirnya kami
menemui para motor crosser yang
berniat membawa motornya hingga pos 2 wekas. Impossible… but I Think It’s
possible. Akhirnya kami sampai di jalan paving
block desa, sungguh lega akhirnya sampai disini dan 10 menit dari situ
akhirnya sampai di Basecamp..
Alhamdulillah
Karena kemampuan manusia bukan
1+1=2
2 tahun silam di puncak gunung
Slamet menunggu seorang kawan yang berbadan gemuk dan hanya bisa bergerak
sangat lamban dalam pendakian, jangankan membawa carier membawa badan saja dia
sudah kesusahan. Hingga kuragukan dia dapat sampai puncak, terpikir mungkin dia
kembali ke camp dan beristirahat sambil tertidur menunggu kami. Tapi takdir
berkata lain, He made it… mencapai
puncak gunung Slamet dengan track yang sungguh sangat terjal bahkan sayapun
harus berbaring di bebatuan untuk menyeimbangkan badan. Sejak saat itu aku sangat menyadari bahwa kemampuan manusia itu tidak
terkalkulasi oleh satuan angka numerical, banyak faktor yang tidak dapat kita
mengerti.. “hey kong, naha maneh bisa
naek?” dia jawab “Urang ngan percaya
hungkul kalo urg bisa, teuing”….
….
Pukul 18.00 terdiam di
Basecamp menunggu jemputan mobil carteran yang akan mengantar kami menuju
stasiun tawang Semarang. Kereta yang akan membawa kami ke tempat tujuan
berangkat pukul 20.45 dan 21.00 dari stasiun tersebut. Ya kami memang mulai
cemas akan tertinggal kereta..
Pukul 19.00 akhirnya mobil datang dan sejenak berbincang dengan
sopir mobil bahwa kami mengejar kereta dari stasiun semarang tawang. Saat itu
kami percaya bahwa pak supir bisa mengantarkan kami ke stasiun tepat waktu,
karena sebelumnya perjalanan menuju pos wekas memakan waktu 3 jam memakain
jalur semarang-salatiga-Magelan-Wekas. Teringat dengan jalur Chuntel yang
menghubungkan salatiga dan wekas. Ya mungkin sisa waktu tersisa bisa
dimanfaatkan dengan melewati jalur Wekas-Salatiga-Semarang dan kami percaya
sampai di stasiun Tawang tepat pada waktunya.
Mobil dipacu dengan kecepatan 80 –
100 km/jam, bahkan saat di jalur tol Semarang – Salatiga pun Speedometer menunjukan angka 120
km/jam.. sangat kencang dan ditambah jalur tol yang kosong memudahkan Pak Supir
menyusul kendaraan lainnya. Hingga akhirnya kami sampai di stasiun Tawang tepat
pada waktunya atau mungkin bisa dibilang 5 menit sebelum keberangkatan kereta….
Ketika Tuhan memang sudah
berkehendak maka terjadilah..
Dari stasiun Tawang semarang ini
kami kembali pulang ke kota perantauan masing-masing bersiap kembali
beraktifitas, menyelesaikan berbagai masalah kehidupan yang kompleks. Dan mungkin
dari situlah kita belajar banyak hal.
Thanks A Lot All
-Dita Sukma
-Ikhsan
-Rizky Setiana
-Nurhayati
-Uli
-Bang Mats.
See You Again next trip and please the surprise
Budget
dan waktu perjalanan:
Jakarta – Bandung (Bis MGI) = 65.000
(6 jam)
Bandung – Magelang (Bis Kramat Djati) =
140.000 (12 Jam)
Magelang – Wekas (ojeg) = 60.000
(1 Jam)
Wekas – Pos 2 = 2 jam
Pos 2 – Puncak Kentheng Songo = 4
Jam
Kentheng Songo – pos 2 = 3 jam
Pos 2 – Wekas = 3 jam
Wekas – Semarang (mobil charter) = 420.000 (1 jam 45
menit)
Semarang - Jakarta (kereta) = 235.000