Kamis, 09 April 2015

MERBABU, KAMI SAMPAIKAN SALAM DARI STENOPHYLLA


Merbabu,
Setitik tempat di belahan bumi bagian khatulistiwa, sebuah tempat dengan ketinggian 3145 mdpl. Apakah Cantik rupanya?..
Jangan tanyakan hal itu karena aku sendiri jatuh cinta disini, Entahlah tapi rasa itu memang ada. Merbabu I’m Fall in Love!!
Dan Kusampaikan salam kami “Stenophylla”, salam yang seharusnya kami sampaikan 24 Desember 2011 silam.


“Merbabu ini kami, Stenophylla terimakasih sudah pernah ada di hati kami. Memberikan suatu makna kebersamaan. Terimakasih untuk itu dan aku bersyukur” – Merbabu, 4 April 2015



Ketukan Ingatan

Suatu percakapan group yang selalu menanyakan “habis ini mau kemana lagi kita?” di akhir setiap perjalanan. Group yang bisa dibilang “ideal group” dengan komposisi individu yang saling mengisi. Pertanyaan itu seakan menjadi tantangan bagi kami untuk terus beandai-andai, berimajinasi, dan merasakan seolah-olah kami berada di tempat itu. Merasakan auranya, udaranya bahkan lalu – lalang penduduk lokal. Imajinasi yang mengantarkan kami melewati batas yang seharusnya, melewati hal yang sebelumnya belum pernah dilakukan.
“Habis ini mau kemana lagi kita?” teks yang masih belum terbalaskan oleh teman yang lain. 2 – 5 April 2015, waktu yang cukup lama.. bisa saja pergi ke malang Menyaksikan sunrise bromo turun menikmati guyuran air terjun madakaripura atau menyusuri keraton jogja hingga ke gunung api purba dan kemudian mengikuti aliran air gua pindul atau juga terbang ke banyuwangi mengagumi blue fire gunung ijen kemudian berakhir dengan berkemah di savannah baluran. Banyak yang terpikir untuk menjawab teks tersebut, hingga akhirnya “Merbabu” mengetuk ingatanku. ya aku benar-benar ingin kesana, ada salam yang belum tersampaikan dan ada hati yang ingin aku temukan. “3 Hari sepertinya ideal untuk merbabu” menjadi jawaban dari teks tersebut.
Dari percekapan itu mulailah kami merumuskan rencana perjalanan dan pendakian, mulai dari pembookingan tiket, peralatan, logistik dan yang paling penting kesiapan diri dengan anggota perjalanan dengan 7 orang yang ikut pendakian kali ini yaitu Deni, Dita, Nurhayati, Uli, Bang Mamats, Kipel dan Rizky Setiana. Hingga akhirnya ransel berisi penopang hidup sudah dipacking sempurna, menunggu perjalanan yang akan dimulai.

Jakarta, Karawang, Cileungsi dan Bandung kami bertemu di Pos 2 Wekas

2 April pukul 23.09 menjadi deadline saya untuk melanjutkan perjalanan merbabu. Tiket kereta api jurusan Purwakarta – Semarang Tawang menjadi pintu awal. keberangkatan kali ini terpusat di 2 stasiun, saya, Dita dan Nuy berangkat dari stasiun purwakarta dan Uli, bang mamats, ikhsan dan Rizky berangkat dari stasiun Cikampek dengan menggunkan kereta yang sama hanya saja dengan interval waktu keberangkatan yang berbeda pukul 23.09 dan 24.00. 
Detik Jam terus bergerak ke kanan, hingga akhirnya menunjukan pukul 21.00 dengan rasa cemas yang menghantui akan ketinggalan kereta. Rasa cemas yang sangat berdasar sekali karna pukul segitu posisi saya masih berada di Plaza semanggi, sambil buka instagram mungkin photo ini yang mewakili perasaan saya saat itu





23.00 WIB saya putuskan untuk turun di KM 57 tol Cikampek arah Bandung, karena perkiraan sudah tidak bisa lagi mengejar kereta di stasiun Purwakarta. Terdiam sendiri ditengah keramaian orang yang akan pulang kampung halaman, menyaksikan hilir mudik bis malam dan dikondisi itu layar HP Menjadi media pengantar pesan. Syukur anggota yang lain dapat tiba di stasiun tepat waktu hanya saya saja yang tertinggal disini. Ditengah kondisi seperti itu berharap ada bis jurusan magelang atau paling tidak purwokerto yang sengaja mengisi bahan bakar di rest area KM 57 dan tuhan memang berkata lain, hingga pukul 00.30 pun tak ada bis yang menuju arah tersebut, hingga akhirnya saya putuskan untuk pulang ke Bandung terlebih dahulu, Entah apa yang ada di balik maksud tuhan ini. 

…..
3 April pukul 07.00 menikmati kopi pagi kosan di kawasan Dago ditemani oleh 2 orang sahabat kuliah. Haha banyak cerita yang hadir dikosan ini. Tak lama berselang datang 2 sahabat lain ternyata Syamsul dan Ahmad berkunjung ke kosan, sekedar ingin bersilahturahmi dengan kami. Sekalian ada syamsul yang pijitannya TOP BGT langsung minta dipijitin aja dengan alasan “bisi keram pas naik gunung nanti” haha. 

Pukul 16.00 saya berangkat menuju terminal Cicaheum untuk melanjutkan perjalanan ke Merbabu, memang paginya saya sudah memesan tiket bis malam Kramat Djati jurusan Bandung – Magelang dengan keberangkatan pukul 17.30. Dengan diantar oleh Ardi akhirnya bisa sampai juga di terminal Cicaheum sebelum pukul 17.30. Kembali berada dalam kesendirian di tengah perjalanan yang jauh.

Dibelahan lain pulau jawa rombongan yang lain sudah sampai di stasiun tawang semarang pukul 5 pagi dan langsung melanjutkan perjalanan menuju Magelang dan kemudian lanjut ke Wekas. Dari desa Wekas mereka melanjutkan pendakian ke pos 2 pukul 14.00 dengan kondisi hujan. Dan saya sendiri yang baru sampai di kebumen pukul 04.00 (04/03/2015) terbangun dengan suara telepon yang tak lain dari  si Ikhsan yang sudah camp di pos 2, menanyakan “mau nyusul ke pos 2?” saya jawab “ya tungguin aja….”
  
….
Terminal Magelang pukul 07.00 sedikit terlambat dari jam kedatangan seharusnya, memang insiden di perjalanan tadi memang membuat waktu perjalanan bertambah tapi beruntung masih bisa melanjutkan perjalanan J. Dari terminal Magelang saya melanjutkan perjalanan ke Base Camp Wekas dengan menggunakan ojeg, melintasi jalur-jalur yang pernah dilewati 3 tahun silam. Masih teringat iring-iringan Stenophylla kala itu, capenya nggak ada dua tapi memang bermakna.
Setelah menyelesaikan simaksi di basecamp akhirnya mulai menginjakan kaki untuk pendakian, solo tracking.. yah I’m used to be like that. Melewati jalanan paving block yang cukup nanjak dan dilanjutkan dengan track tanah basah hingga akhirnya sampai di pos 1 yang ditandai dengan pohon yang dibentuk sedemikian rupa hingga akhirnya membentuk seperti kursi. Dari pos 1 perjalanan dilanjutkan dengan kondisi sudah turun kabut tapi memang tidak hujan. Tidak aneh juga ketika  pendaki lain menanyakan , “sendirian aja mas?” saya jawab “nyusul temen mas”. Taklama dari jalur tanah ini terdapat pipa air yang menandakan tak jauh lagi dari pos 2 dan akhirnya sampai juga di pos 2 Wekas dengan kondisi tanah lapang yang tertutup oleh kabut, sejenak saya perhatikan mereka yang sedang berdiam diri di tenda consina magnum terlihat agak sibuk dengan pakaian yang basah hingga akhirnya kusapa “assalamualaikum” mereka   tepat sebelum pukul 10 pagi. 


Jika memang tujuan dan hati sudah ada di sana kenapa harus kuragukan setiap langkah yang dilangkahkan beriringan dengan jalannya sang waktu.  –Pos 2 Wekas, Merbabu

2 sahabat, Matahari terbenam,  Pemancar 

Pukul 2 siang consina magnum 4 dan consina summertime yang dihubungkan dengan flysheet akhirnya sudah terpasang dengan sempurna, membuat nyaman para penghuni sementara didalamnya. Hidangan makan siang atau bagi saya sebut saja hidangan makan pagi yang disiangkan sudah siap tersedia. Dengan masakan dari Chef Uli dan Chef Nuy dengan menunya yang jarang-jarang ada, Sop daging + sosis bakar + lain-lainnya bikin perut merasakan surga kembali.
Lagi seru-serunya ngoprek-ngoprek tenda Dita malah mengajak buat sunset, “sunset yu..” haha dengan tanpa pikir lagi, saya jawab “Ok kita coba sunset tp sepertinya tidak sampai puncak, set jam 5 sore aja kita balik lg ke pos 2”. Akhirnya kami  berdua saya dan Dita berangkat menuju puncak terdekat dengan target jam 5, sedangkan kawan-kawan yang lain menunggu di camp pos 2.
Sambil membawa handy talky kami terus berhubungan dengan kawan lain di pos 2, setiap 15 menit sekali kami melaporkan kondisi jalur dan durasi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tempat tersebut. 1 jam hingga 2 jam akhirnya kami  mencapai tempat itu..
Subhanallaah!!! 

Pos Pemancar




Diujung titik terjal tersebut kusaksikan savannah rumput, bergerak mengikuti angin tanpa paksaan. Dan awan putih Seakan menjadi tanah yang menunggu tuk ditanam. Indah bukan kawan.

Pemancar yang berdiri tegak puluhan meter, sungguh aku iri pada dia. Setiap saat menjadi saksi bisu keindahan ini. Andai dia bicara akan kudengar semua celotehan tentang matahari terbit di timur dan terbenam di barat. Sungguh menakjubkan kawan.

Dan dentingan jarum jam seakan menjadi pembatas bagi kehidupan, kau ingat dentingan sebelum tiba disini adalah proses yang selalu kunikmati. Setiap detiknya atau mungkin sepersekian detiknya. Karena sungguh kawan esok lusa mungkinkah kita masih sempat menikmati hal ini.

Pukul 6 sore kami bergerak turun menuju pos 2. Dengan kondisi yang semakin dingin dan angin yang semakin kencang membuat tubuh kami berdua sedikit menggigil. Dengan Handytalky saya sampaikan untuk menydiakan kopi ataupun air hangat, setidaknya untuk mengatasi rasa dingin ketika sampai di pos 2. Perjalanan turun menuju pos 2 dari pos pemancar membutuhkan waktu sekitar 1 jam 30 menit hingga akhirnya kami sampai di pos 2 disambut dengan kopi panas.. yummy.




Tempat tertinggi dan salam tersampaikan

Pukul 3 pagi terdengar seorang mengetuk pintu tenda kami, itu Nurhayati. Dengan semangatnya dia mengajak untuk sunrise. Dengan muka yang masih mengantuk ikhsan, Setiana  dan Saya sendiri terbangun. Sejenak nyawa belum terkumpul hingga akhirnya tanpa disadari otot motorik mulai menggerakan sendi-sendi tulang. Bergerak kemudian membereskan peralatan dan logistik yang akan dibawa untuk ke puncak. Di tenda sebelah ternyata Uli dan bang Mats sudah terbangun bahkan sudah terlihat siap dengan jacket dan ransel yang dibawanya. Sedikit bergegas dan akhirnya kami semua siap untuk summit attack, kecuali dita yang rencananya akan menyusul.
Sejam hingga 2 jam kami berjalan hingga akhirnya kami sampai di pos pemancar dengan posisi sang matahari sudah terlihat di arah timur. 

6:12 dan gunung Sumbing


Perjalanan dilanjutkan menuju puncak Merbabu,  track yang kami lewati semakin lama semakin menyiksa persendian dan stamina kami. Tak jarang kami beristirahat 15 menit sekali,, di tengah waktu-waktu istirahat masih teringat 3 tahun silam melewati jalur berbatu ini dan tanpa sengaja menghirup gas amoniak. Masih teringat juga di akhir jalan itu teman seperjalanan saat itu melemparkan roti-roti pada kami, bahkan cuaca pada saat itu pun hujan deras sekali jangankan jas hujan kami hanya memakai trashbag yang disulap menjadi jas hujan.. mengenaskan tapi memang bermakna.. hey Stenophyllaaaa!!!
Hampir 2 jam lebih perjalanan melewati jalur-jalur terjal hingga akhirnya kami sampai di persimpangan puncak Syarif dan puncak Kentheng Songo.

The Fight


3 Tahun lalu terhenti di titk ini, kami menyerah pada sang pemberi waktu. Mungkin bukan kesempatan kami saat itu untuk sejenak berdiri di tempat tersebut. Untuk setidaknya dapat menceritakan bahwa aku jatuh cinta pada Merbabu. Sekarang aku tak mau membuang kesempatan ini, mungkin tuhan berkehendak saat itu agar pada saat ini dapat bersama mereka ada di tempat ini.
Sesampainya di pertigaan tersebut aku memilih untuk pergi ke puncak syarif terlebih dahulu, sedangkan Ikhsan, Kipel, Nuy, Uli dan Bang Mats memutuskan langsung ke puncak Kentheng Songo. Sekitar 5 menit saya berjalan dari pertigaan tersebut hingga akhirnya sampai di puncak Syarif…. 

REALLY I’M FALLIN LOVE 




Melalui handy talky saya menanyakan keberadaan dita yang akan menyusul dan ternyata dia sudah setengah perjalanan. “dit ke puncak syarif dulu, it’s really amazing” percakapan di handy talky. Hingga akhirnya 20 menitan menunggu di puncak syarif, Dita terlihat dari jalur pendakian… yes He made it!!

Dita @Puncak Syarif


Me @Puncak Syarif

Dari puncak Syarif kami melanjutkan perjalanan ke puncak Kentheng Songo dan setibanya disana Ikhsan dan kawan-kawan lainnya sudah memasak sosis yang kami bawa dari pos 2. Kondisi cuaca yang mulai berkabut membuat kami sedikit cemas dengan perjalanan turun nanti. Secepatnya kami mengabadikan pencapaian kami disini. Kentheng Songo 




Full Team




STENOPHYLLA

  “Merbabu ini kami, Stenophylla terimakasih sudah pernah ada di hati kami. Memberikan suatu makna kebersamaan. Terimakasih untuk itu dan aku bersyukur” – Merbabu, 4 April 2015

…..
Pukul 15.00 semua perlengkapan sudah terpacking sempurna dalam tas carier berbagai ukuran, tak percaya bahwa aku meninggalkan tempat seelok ini, dinding tebing terjal menjadi pemandangan kami. Dengan bacaan doa kami meminta agar dapat kembali dengan selamat dan dapat berkumpul dengan orang-orang yang kita cintai.. usai memanjatkan doa kami mulai bergerak turun menuju basecamp Wekas.

Perjalanan turun yang memang tak mudah, tak ayal jalur-jalur tanah yang diguyur hujan menjadi lintasan licin bagi pijakan kami, jatuh menjadi skor yang kami tertawakan setiap detik perjalanan pulang. Hingga akhirnya pos 1 wekas dan benar-benar pos 1 wekas bukan pos 1 imajinasi haha terlewati. Terus bergerak hingga akhirnya kami menemui para motor crosser yang berniat membawa motornya hingga pos 2 wekas. Impossible… but I Think It’s possible. Akhirnya kami sampai di jalan paving block desa, sungguh lega akhirnya sampai disini dan 10 menit dari situ akhirnya sampai di Basecamp.. 

Alhamdulillah 


Karena kemampuan manusia bukan 1+1=2

2 tahun silam di puncak gunung Slamet menunggu seorang kawan yang berbadan gemuk dan hanya bisa bergerak sangat lamban dalam pendakian, jangankan membawa carier membawa badan saja dia sudah kesusahan. Hingga kuragukan dia dapat sampai puncak, terpikir mungkin dia kembali ke camp dan beristirahat sambil tertidur menunggu kami. Tapi takdir berkata lain, He made it… mencapai puncak gunung Slamet dengan track yang sungguh sangat terjal bahkan sayapun harus berbaring di bebatuan untuk menyeimbangkan badan. Sejak saat itu aku sangat menyadari bahwa kemampuan manusia itu tidak terkalkulasi oleh satuan angka numerical, banyak faktor yang tidak dapat kita mengerti..hey kong, naha maneh bisa naek?” dia jawab “Urang ngan percaya hungkul kalo urg bisa, teuing”…. 

….
Pukul 18.00  terdiam di Basecamp menunggu jemputan mobil carteran yang akan mengantar kami menuju stasiun tawang Semarang. Kereta yang akan membawa kami ke tempat tujuan berangkat pukul 20.45 dan 21.00 dari stasiun tersebut. Ya kami memang mulai cemas akan tertinggal kereta..

Pukul 19.00 akhirnya mobil datang dan sejenak berbincang dengan sopir mobil bahwa kami mengejar kereta dari stasiun semarang tawang. Saat itu kami percaya bahwa pak supir bisa mengantarkan kami ke stasiun tepat waktu, karena sebelumnya perjalanan menuju pos wekas memakan waktu 3 jam memakain jalur semarang-salatiga-Magelan-Wekas. Teringat dengan jalur Chuntel yang menghubungkan salatiga dan wekas. Ya mungkin sisa waktu tersisa bisa dimanfaatkan dengan melewati jalur Wekas-Salatiga-Semarang dan kami percaya sampai di stasiun Tawang tepat pada waktunya. 

Mobil dipacu dengan kecepatan 80 – 100 km/jam, bahkan saat di jalur tol Semarang – Salatiga pun Speedometer menunjukan angka 120 km/jam.. sangat kencang dan ditambah jalur tol yang kosong memudahkan Pak Supir menyusul kendaraan lainnya. Hingga akhirnya kami sampai di stasiun Tawang tepat pada waktunya atau mungkin bisa dibilang 5 menit sebelum keberangkatan kereta….

Ketika Tuhan memang sudah berkehendak maka terjadilah..

Dari stasiun Tawang semarang ini kami kembali pulang ke kota perantauan masing-masing bersiap kembali beraktifitas, menyelesaikan berbagai masalah kehidupan yang kompleks. Dan mungkin dari situlah kita belajar banyak hal.



Thanks A Lot All

-Dita Sukma
-Ikhsan
-Rizky Setiana
-Nurhayati
-Uli
-Bang Mats.

See You Again next trip and please the surprise 


Budget dan waktu perjalanan: 

Jakarta – Bandung (Bis MGI) = 65.000 (6 jam) 

Bandung – Magelang (Bis Kramat Djati) = 140.000 (12 Jam)

Magelang – Wekas (ojeg) = 60.000 (1 Jam)
Wekas – Pos 2 = 2 jam

Pos 2 – Puncak Kentheng Songo = 4 Jam
Kentheng Songo – pos 2 = 3 jam
Pos 2 – Wekas = 3 jam
Wekas – Semarang (mobil charter) = 420.000 (1 jam 45 menit)
Semarang - Jakarta (kereta) = 235.000