Rabu, 30 April 2014

Dari Sumbing kami lihat Sindoro berdiri tegak


Kesempatan kadang tak datang untuk kedua kali, jika hal itu datang maknai dan berusaha semaksimalnya
Sunrise pertama tahun 2014 yang saya nikmati di tempat bernama ketinggian

  


Background 

Sindoro dan Sumbing sudah menjadi list perjalanan pendakian sejak tahun 2013 lalu. Kedua gunung yang terletak di provinsi jawa tengah ini menjadi pelengkap triple S saya. Sebutan triple S merupakan hal yang familiar bagi para pendaki, yakni Slamet (3428 Mdpl) Sumbing (3371 Mdpl) Sindoro (3150 mdpl). Jika distilahkan seperti sayur tanpa garam jika hanya salah satu atau hanya 2 saja yang dapat didaki.
18-04-2014 menjadi waktu pembuktian jika sebuah konsep/ide/mimpi/tujuan atau apapun sebutannya bisa di realisasikan dan dapat meniggalkan jejak ditanah yang fana ini. Walaupun tinggal tertinggal satu puncak lagi karena mungkin Dia belum memampukan kami. Ya satu puncak lagi, biarlah hal itu membeku lagi menjadi sebuah konsep yang menunggu untuk diwujudkan. Terkadang “tempat itu setia menunggu kedatangan kita, tetap diam dan membisu dengan keagungannya”.

Planning 

Tallus 45


Onggokan barang-barang yang dikemas dengan rapi dan dimasukan secara tersusun kedalam tas kapasitas 55 liter ini sudah berada di anjungan, menunggu sang kapten untuk mengnahkodainya. 

Berawal dari kegagalan-kegagalan pendakian dengan berbagai sebab mulai dari perancanaan bahkan saat pelaksanaannya, menjadikan saya untuk lebih berhati-hati dalam merencanakan pendakian. Jika sedikit direview setiap keputusan yang diambil dalam proses pendakian mejadi hal yang menentukan, semakin cermat memutuskan semakin dekat dengan keberhasilan pendakian. 

Pelaku pendakian sumbing dan sindoro kali ini yaitu:
-          Deni Gumilar (me)    
-          Yuki
-          Ari wibowo
-          Tian 

Team mate yang baru dibentuk, dengan pembagian subtim awal keberangkatan yang berbeda. 

1.    Subtim Jakarta : me & Yuki
2.    Subtim Bekasi  : Ari & Tian 

Ibarat ada 2 buah apel warna hijau dan warna merah, pilih yang mana dulu untuk dimakan. Hingga akhirnya memutuskan untuk menggapai puncak sindoro dahulu baru lanjut ke puncak sumbing.
 Rencanan pendakian ini secra singkat seperti ini:
Kamis (17-04-2014)             =    Start perjalanan dari kota masing2
Jumat (18-04-2014)            = Tiba di term. Wonosobo – BC Sindoro – PuncakSIndoro – BC  sindoro
Sabtu (19-04-2014)             = BC Sumbing – Watu Kotak
Minggu (20-04-2014)        = Puncak Sumbing – BC Sumbing – Term. Wonosobo – perjalanan     pulang

Plane has been made so get’s your carier takes your first step and respect the proces


Journey

Day 0 (17-04-2014) 
Jam menunjukan pukul 16.00 dan terus berdetak pekerjaan yang masih menumpuk ini membuat konsentrasi menjadi terbagi, ditambah dengan kegiatan pendakian ini membuat saya ingin segera mengakhiri hari ini… 

Finally time to get lost,, waktu sudah menunjukan pukul 17.00 saatnya tancap gas menuju terminal kalideres. Saya dan Yuki yang merupakan subtim dari Jakarta berangkat melalui terminal kalideres dengan menggunakan bis malam. Setelah berjibaku dengan jalanan Daan Mogot akhirnya kami sampai juga di shelter busway Rawa buaya, terasa lega buat saya sendiri ketika jalur busway menuju terminal kalideres kosong berbanding terbalik dengan arah menuju harmoni yang antreannya tuh cukup panjang. 

15 menit berlalu akhirnya sampai di terminal kalideres ini, setibanya disini langsung lunasin DP tiket bis malam. Memang untuk hari weekend-weekend panjang perlu memesan tiket lebih awal, untuk menghindari tiket yang habis di hari H nya. Taklama bis ini datang langsung charter tempat deh dan hal perlu diingat adalah penunjang kehidupan selama hidup di bis ini “cemilan”.

Malam kian larut dengan dentingan gitar dari pengamen ini menjadi pengawal kami meninggalkan kota ini secara perlahan. Tak hanya kami mungkin ribuan orang yang hidup di kota ini melakukan hal yang sama, keluar sejenak hanya untuk sekedar melihat dunia, menengok keluar jendela dan menyaksikan bahwa negeri ini memang luas 5 juta km2 , luas negeri ini. Tersadar sampai dimana kah saya mengenal negeri ini??.. Jalanan protocol di kota ini mendadak menjadi aliran kendaraan bermotor yang penuh di tiap meternya, papan penunjuk jalanpun hanya menuliskan pluit-grogol 10 – 20 km/jam. Kami yang hanya duduk di kursi menjadi saksi sinar lampu kota yang mulai ditinggalkan. 

Tak terasa bis ini memasuki tol Cikarang, waktu menunjukan pukul 12.00 malam. Dinginnya AC bis ini membuat tubuh saya lama kelamaan menjadi kaku, balutan jaket polar setidaknya mengurangi rasa dingin ini. Ya saya keluar dari kota ini, menuju zona tidak nyaman. Tak lama mata ini mulai menunjukan akhir dari efektifitasnya, terlelap dengan mendengarkan mp3 dengan lagu terakhir yang saya dengar “selamanya Indonesia dari twentyfirst night.” 

Day 1 (18-04-2014)
Tak sadar mata ini mulai membuka sedikit menyaksikan sinar pagi yang sedikit demi sedikit mulai menunjukan merahnya. Sedikit demi sedikit adalah kata yang pas untuk laju kendaraan pagi itu, laju kendaraan yang ada di bahu kanan ataupun bahu kiri jalan.  Waktu menunjukan pukul 4 pagi dan posisi kami masih berada di Subang.  Shitt!! Hal ini menjadi sedikit tanda-tanda mulai menurunnya efektivitas dari waktu pendakian. Ya Subang dan tempat ini masih sangat jauh dari tujuan kami Wonosobo. 

Untuk beberapa waktu terakhir ini beberapa titik yang berada di jalur pantura mengalami perbaikan jalan, tak heran jika kami mengalami keterlambatan yang sangat panjang akibat hal ini, tak hanya kami tim bekasi yang memang lebih dekat jaraknyapun mengalami hal yang sama.

Demi sedikit beberapa ruas jalan yang sedang diperbaiki bias dilewati, saking sedikit demi sedikitnya kami baru tiba di daerah Indramayu pukul 11.00. tak hayal jika hati ini mulai emosi dengan keadaan yang ada, emosi yang kian bertambah tiap kali menyaksikan waktu pada lengan kanan saya. Di sebuah tempat makan yang ada di Indramayu ini, bis yang kami tumpangi berhenti sejenak demikian hati ini juga berhenti sejenak memikirkan kemungkinan – kemungkinan yang bias saja terjadi. 

“mungkin hanya single summit saja yang bias dilakukan, jika bisa double summit merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. “ Pikir kami saat sedang berdiskusi dan ditemani soto ayam indramayu….

Perjalanan dilanjutkan lagi, kali ini saya lebih banyak memejamkan mata dibanding dengan memperhatikan kondisi jalan dan pemandangan yang terlihat dari luar jendela. Hanya beberapa saat mata ini menyaksikan pantai dari ujung jalan pantura ini. Yah hati ini mulai tenang.
Finally setelah 25 jam berada didalam bis dengan kondisi yang sudah tidak nyaman lagi, kami sampai di WONOSOBO!! .. Alhamdulillah masih diberi kesempatan menginjakan kaki di tempat ini lagi.

Sambil menunggu subtim dari bekasi ini kami menghabiskan waktu berwarkop ria dengan penjaga terminal ini. Yah memang waktu kedatangan kami adalah jam 21.00 dan untuk transportasi menuju basecamp garung memang sudah tidak ada, kalo diistilahkan kapal ini mulai kehilangan arah kapten!!.

Setelah menunggu agak lama akhirnya mereka datang juga.. WELCOME TO WONOSOBO GUYS!! 

Dengan waktu yang sudah menunjukan pukul 11 malam kami berempat memutuskan untuk mencarter Taksi menuju basecamp Garung.. TAKSI yang sudah tidak asing lagi bagi saya. Dulu saya bermain tebak2 argo taksi ini dengan teammate perjalanan sebelumnya, tapi kali ini pasang harga pas saja lah RP 60.000 menuju depan halaman basecamp sumbing.

Day 2 (19-04-2014)
Pukul 11.00  nama kami resmi sebagai pendaki gunung Sumbing dan ditambah dengan peta Dora sebagai panduan kami mendaki. Sejenak kami melentangkan tubuh ini sambil memikirkan beberapa scenario pendakian dalam waktu yang sempit ini. Akhirnya kami putuskan untuk mendaki mala mini juga, kami pasang target jam 12 malam sebagai start waktunya. Setelah packing ulang, masak mie dadakan dan berdoa kami memulai pendakian ini.

Tepat pukul 12.00 malam kami mulai melangkah meninggalkan basecamp, langkah yang diiringi dengan susunan batu kerikil yang ditata rapi di sepanjang desa garung ini. Tak lama kami berada di ujung dari pertigaan dusun. Mengambil jalur ke kanan sesuai dengan jalur dari peta, dan dihadapan kami sudah Nampak tanjakan khas dari pendakian. Sudah lama kaki ini tidak merasakan sensasi tersebut. tak lama berjalan nafas manusia berumur 21 tahun ini mulai tergeos-geos, berbeda dengan yuki, ari dan tian yang sudah berjalan didepan. Sejenak beristirahat dan ketika melihat pemandangan di belakang jalan “subhanallah,, “yap until now that is something that give me a spirit” 

Pendakian berlanjut dengan melewati beberapa kebun penduduk di sisi kiri dan kanan jalur pendakian. Tak lama kami memasuki jalur pendakian yang lebar, jalur ini bisa dimasuki jalur mobil juga. Diujung jalan ini tepatnya 3 km dari base camp merupakan pos 1 dari jalur pendakian via garung 

Setelah melewati pos 1 ini jalur didominasi dengan jalan setapak tanah dengan tanjakan yang lumayan landai, agak mulai bosan juga dengan kondisi yang ada di sekitar jalur ini, terasa sama saja. Jenis track ini terus mendominasi hingga kami sampai di pos 2. Sejenak merebahkan diri sambil melihat pemandangan bulan purnama. Melihat jam di pergelangan tangan kanan ini menunjukan jam 3 pagi. 

Purnama Pos pendakian

 Kami melanjutkan perjalanan menuju pos 3 dan pos 4. Tak sadar saat perjalanan menuju pos 4 kami tertidur sekitar 25 menit.. bisa dimaklumi dengan kondisi kami yang pastinya otot kaku karena berada di bis selama 25 jam.

Perjalanan menuju  poa Pestan memang didominasi dengan tanjakan-tanjakan yang tidak ada bonusnya. Sampai akhirnya kami sampai di pestan, disaat yang tepat dengan terbitnya sang fajar dari arah timur… begitu melegakan melihat matahari pagi ini.
Sesampainya di pestan kami memutuskan untuk beristirahat sejenak dan mengisi tenaga kembali.
 


HMTM

HMTP
 
Puncak PHP atau pendaki PHP?

Dari 4 orang anggota tim ini, Tian tidak ikut menuju puncak Sumbing. Dengan kondisi fisik yang sudah kecapean dia memutuskan beristirahat di Pestan sambil ditemani dengan logistik-logistik berjuta rasa. 

Saya, Ari dan Yuki melanjutkan perjalanan menuju puncak. Karena kami baru pertama kali ke sumbing Ari coba bertanya ke pendaki yang baru turun dari puncak mengenai waktu yang dibutuhkan menuju puncak. 

Ari : mas kalo ke puncak sumbing berapa lama?
NN : wah kami hampir 4 jam sampai di puncaknya

Hmm terdiam kami bertiga mendengar hal tersebut, tapi tetap hajar saja tanjakan-tanjakan yang ada di depan..
Sekitar satu jam kami akhirnya sampai di pasar watu. Di tempat in juga kami bertanya ke pendaki yang baru turun dari puncak. Katanya waktu menuju puncak sekitar 2 jam…
nah loh.. optimis saja lah.  

Sindoro dari Pestan

Dari pasar watu menuju watu kotak trak pendakian didominasi dengan tanjakan berbatu, yah cukup berbahaya juga kondisi trak seperti ini. Bahkan untuk beberapa tempat ada yang mengharuskan kami bertiga merangkak naik untuk menyeimbangkan tubuh karena kondisi jalurnya memang licin dan kemiringan yang terjal. 


Setelah hampir 1 jam kami berjalan akhirnya kami sampai di watu kotak. Sebuah shelter kecil yang bisa memuat 2 tenda ukuran 4 orang. Di tempat itu kami beristirahat sejenak, perjalanan masih panjang menuju puncak.

Setelah melewati watu kotak checkpoint selanjutnya adalah tanah putih, trek menuju tanah putih pun nggak ada yang namanya bonus, kadang kami menemui pendaki yang tertidur dibawah pohon yang rindang. Sedikit mental kami mulai terpengaruh dengan hal tersebut, ingin rasanya turun dan kembali berdiam diri di tenda sambil memasak air panas yang kemudian disebuh dalam gelas berisi kopi hitam.. hmm bayangan yang sangat nikmat. Tapi jika jika kami kembali kami tak mendapatkan apa2, hanya sebuah pengalaman menerjang tanjakan curam yang ada di gunung sumbing. Sejenak teringat dengan kisah 25 jam kami berada didalam tempat kotak berjalan dan tak sadar hal itulah yang membangkitkan langkah kami. 

Hal yang tak disangka terjadi, diperjalanan kami berpapasan dengan mahasiswa polman jurusan AE yang memakai jaket kebanggaannya. Haha yah dunia ini memang tak selebar jalan kanayakan ya… 

Kami bertiga terdiam menatapi botol air minum  berkapasitas 120 ml yang hanya bersisa beberapa teguk air. Terdiam duduk di jalur pendakian menuju puncak dengan kabut yang membuat jarak pandang kami berkurang. Dimanakah kau puncak?? Hati ini mulai bertanya-tanya, sampai teriakan “puncak” dari pendaki lain secara tak langsung menjawab pertanyaannya. Yah kami melanjutkan perjalanan dengan bebatuan yang mendominasi jalur menuju puncak.. sampai akhirnya pukul 11 siang kami resmi berada di puncak gunung sumbing. Bertiga berdiri di tempat itu, ada rasa haru yang menyertai kami setibanya di puncak ini. Rasa haru  yang sama yang pernah saya rasakan di puncak 3676 mdpl. “Alhamdulillah akhirnya kami sampai di puncak”


  


 


Tradisi wajib yang biasa dilakukan di puncak dengan cepat diselesaikan, kami mulai bergerak turun menuju pestan sekitar pukul 12.30 siang. Memang jalur turun lebih berbahaya dari pada jalur naik. Sempat kami jongkok-jongkok untuk melewati bagian-bagian terjal. Beberapa saat juga kami beristirahat dan tertidur lagi di tengah perjalanan. Sampai akhirnya kami sampai di pestan dan bertemu dengan tian, dengan kondisi cuaca yang tidak menentu di sumbing kami memtuskan untuk langsung turun ke basecamp. 

Tertidur!! haha
Logistik perbekalan yang tersisa kami habiskan di shelter siduplak rohto, hampir tak kuat lagi perut ini menampung makanan yang dimasak. Lebih-lebih dari menu warteg pinggir jalan. Kami melanjutkan perjalanan menuju basecamp garung sekitar pukur 17.00 jika sedikit di review kita naik gunung malam dan pulang pun malam. Jalur lama kembali kami pilih untuk mencapai pos garung. Dengan kondisi tubuh yang hampor drop ini beberapa kali kami harus beristirahat sejenak dalam perjalanan dan yang paling parah adalah tertidur hampir 30 menit saat berada di jalur perkebunan penduduk haha.. sekitar pukul 20.30 kami sampai dengan selamat di Basecamp garung.. Alhamdulillah!! :D

Day 3 (20-04-2014) 

Really a Backpacker!!
Pukul 5 pagi kami bangun dan mulai packing pulang menuju kota asal. Sesuai rencana kami kembali ke kota asal dengan melewati jalur selatan. Hal itu kami ambil dengan pertimbangan jalur pantura yang masih dalam perbaikan. Pukul 7 pagi kami meninggalkan Base camp sumbing, base camp yang banyak ceritanya. Tempat kami memulai cerita baru atau bahkan bertemu dengan orang-orang baru. 

Full team ++

Pukul 8 pagi kami sampai di terminal Wonosobo, dari terminal ini melanjutkan perjalanan menuju terminal purwokwerto. Dari terminal wonosobo menuju terminal Purwokerto ini bisa menggunakan mini bus dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Secara perlahan perjalanan kami berubah dari pendakian menjadi travelling, dengan mengunjungi setiap kota yang ada di jalur selatan jawa ini. 

Kami tiba di terminal purwokerto sekitar pukul 11 pagi, karena penasaran dengan tiket kereta akhirnya mencoba ke stasiun purwokerto dan hasilnya hanya ada satu tempat duduk dengan kelas bisnis..yah balik lagi ke terminal Purwokerto. Dari terminal purwokerto kami lanjutkan dengan bis jurusan Purwokerto – Bandung.  Pengalaman memang guru yang terbaik bagi saya ini ketiga kalinya saya berada di terminal ini. Terminal dengan banyaknya calo yang menawarkan jasanya.. keep calm dan tetap tegas !!



Akhirnya kami meneruskan perjalanan dengan menggunakan bis jurusan Purwokerto menuju Bandung. Bis yang kami naiki memang termasuk bis kelas ekonomi dan akibatnya kami melewati semua kota yang berada di jalur selatan. Mulai dari Purwokwerto – Kutuarjo – Kebumen – Wangon – Majenang – Banjar – Ciamis – Tasikmalaya… wow.. setengah pulau jawa ini kami lewati, kota demi kota kami singgahi. Yah ini pengalaman pertama bagi saya menempuh perjalanan seperti ini.
“yes I’m really a backpacker!!” 




Akhirnya sampai di kota Tasikmalaya sekitar pukul 18.00, kota dimana pertama kali anggota dari kelas saya melangsungkan pernikahannya, jadi bernostalgia ceritanya, dari kota tasikmalaya ini kami meneruskan perjalanan menuju Jakarta dan bekasi menggunakan bis Primajasa. 

Tubuh ini sudah lelah menempuh perjalanan yang jauh dengan tujuan puncak gunung sumbing, puncak yang hanya kami nikmati selama kurang lebih 30 menit. Tapi apakah hal ini sebanding?? Yah sebanding dengan proses yang kami lihat, dengar dan rasakan. Hingga akhirnya  kursi bis berwarna merah ini menjadi tempat peristirahatan sementara bagi kami menuju ibu kota. 

Mata ini mulai terlelap, sebagai mekanisme mengembalikan stamina tubuh. Yah sekali lagi ini memang perjalanan yang jauh, ingin rasanya bisa mengulangi lagi hal ini dengan seseorang yang bisa bermakna lebih…

Terimakasih untuk kesempatannya.

Terimakasih untuk para pendaki sumbing 20/04/2014

Terimakasih ,,,

“20 tahun lg dari sekarang Anda akan lbh sering menyesali hal yg tidak Anda lakukan daripada apa yg Anda telah lakukan”


Note Perjalanan
Jakarta – Wonosobo                       = Rp 110.000
Wonosobo – Garung (taksi)            = Rp 60.000
Garung – terminal (bis)                   = Rp 15.000
Wonosobo – Purwokerto                 = Rp 20.000
Purwokerto – Tasik                          = Rp 40.000
Tasik – Jakarta                                = Rp 42.000
Total transport                                 = Rp 287.000

Day 1
Jakarta – wonosobo = 19.00 – 20.00 (25 jam perjalanan)
Wonosobo – Garung = 30 menit (tasik)
Day 2
Pendakian sumbing = sekitar 20 jam pendakian
Day 3
Wonosobo – Jakarta = 18 jam – 24 jam